Jujur aku tak kuasa,
Saat terakhir kugenggam tanganmu
Namun yang pasti terjadi
Kita mungkin tak bersama lagi...
Bila nanti esok hari
Kutemukan dirimu bahagia
Izinkan aku titipkan
Kisah cinta kita..
Selamanya..
Hembusan angin yang begitu kencang membuat Deta
pecah dari lamunannya. Ia terkenang kisah masa lalunya. Masa lalu yang
membuatnya tenggelam dalam kesunyian.
~~~
“Irfan, tunggu gue !”
“Ya, buruan deh lo. Lama amat.
Bareng gak?”
“Iya dong, My Bos” canda Deta kepada
Irfan.
Irfan, lelaki yang selalu ada untuk
Deta. Mereka mengerjakan tugas bersama, menggalau bersama, tertawa bersama,
suka duka hidup mereka hampir mereka lalui bersama.
“Yaudah, nih pake dulu helm gue.”
“iye-iye.”
“iye-iye.”
“Udah naik?”
“Udah bos, berangkaat!” perintah Deta.
Semua mereka lalui bersama. Maka tak
wajar, jika Deta ternyata menyimpan rasa pada Irfan yang selama ini selalu ada
untuknya. Tetapi bagaimana dengan hati Irfan? Hanya dia yang tahu. Irfan
tergolong pria yang pendiam, mudah mengontrol diri, dan teguh pendirian.
Sifat-sifat itulah yang membuat Deta jatuh hati padanya.
~~~
“Hujan, nih. Kita duduk di toko itu
dulu yuk.” Tawar Irfan.
“oke”
“dingin banget, gila.”
“yaudah sini lo pake jaket gue aja.”
“lah, elu?”
“udah yang penting lo aman dulu.”
“Makasih, Fan” ucap Deta dengan
tersenyum.
“Sama-sama, santai aja. Udah buruan
dipake.”
Setelah hujan mulai mereda, mereka
meneruskan perjalanan mereka untuk pulang. Tentu saja, hari itu merupakan hari
yang indah bagi Deta. Sang pujaan hatinya merelakan jaketnya untuk dipakai
olehnya. Tentang perasaan ini, hanya Deta yang tahu. Deta-lah seorang yang
mengerti bahwa Irfan adalah sang pria pengisi hati dan namanya ada di tempat
terindah di hatinya.
Begitu banyak kenangan yang mereka
lakukan. Mulai dari pulang bersama, hangout
bersama, belajar bersama, dan masih banyak hal tak terlupakan yang mereka
lakukan bersama. Tetapi, status mereka tidak lebih hanyalah seorang teman.
Tetapi, semua berubah. Suatu hari
Irfan tidak menawarkan Deta untuk pulang bersama. Ia acuh tak acuh ketika
berpapasan dengan Deta. Sungguh berbeda. Semua terlihat sangat abstrak.
Sebenarnya, ada apa dengan Irfan?
Sudah sebulan Irfan seperti ini.
Deta pun tidak berhak melakukan apa-apa. Ya, itu semua kembali kepada ‘mereka
hanyalah sebatas teman’. Irfan semakin menjauh. Dengan wajah lesu, Deta
menuntun sepedanya keluar dari parkiran sekolah. Ia pulang sendiri. Ia melewati
tempat yang sering mereka lewati ketika pulang, tempat warung baso di mana mereka
sering mencurahkan cerita-cerita mereka yang melelahkan, ya, itu kenangan.
Deta-pun memutuskan untuk bersegera pulang karena langit terlihat mendung.
Setelah ia sampai rumah, ia masuk ke
kamar. Ia menggeletakkan tubuhnya. Ia teringat Irfan. Tanpa disadari, air mata
Deta menetes. Ia masih tidak mengerti apa sebab Irfan melakukan ini semua.
Tiba-tiba, Devi, teman Deta menelepon Deta.
“Ta, lo harus tau ini berita
penting”
“Apa?” jawab Deta dengan
sesenggukan.
“Si Irfan, Ta. Dia sama si Salma.
Dia nembak Salma”
Tanpa disengaja, handphone Deta
terjatuh. Air mata Deta semakin deras. Ia merindukan semuanya. Kisah indah
bersama Irfan, nama yang ada pada tempat terindah di hatinya. Deta hanya bisa
membatin ‘Fan, Jaga hatimu ya. Tunggu aku
di sudutnya.’
Sedang apa dan di mana
Dirimu yang dulu kucinta
Ku tak tahu, tak lagi tahu
Seperti waktu dulu
Apakah mungkin, bila kini
Ku ingin kembali
Menjalani,
Janji Hati kita...
Deta sudah siap melupakan kisah indahnya. Ia bak
karang yang diterjang ombak. Tekadnya untuk melupakan Irfan sudah membaja. Deta
sadar bahwa hidup akan terus berjalan, dan ia tak mungkin berlarut-larut dalam
keterpurukan. Deta harus semangat menjalani kenyataan yang tak selalu indah.
Cinta
tidak selalu indah, terkadang cinta berakhir pahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar